CATATAN TENTANG KORUPSI DI INDONESIA : Sebab, Akibat, dan Strategi Pemberantasannya



CATATAN TENTANG KORUPSI DI INDONESIA :
Sebab, Akibat, dan Strategi Pemberantasannya

Penulis : M.Saichudin

Pengantar

Beberapa tahun lalu saya mengambil matakuliah ”Sosiologi Korupsi” di Universitas Airlangga. Matakuliah tersebut sangat menarik, mengingat “Korupsi”menjadi fenomena yang semakin meluas, dan menjadi permasalahan yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Namun anehnya, hanya sedikit mahasiswa yang tertarik dan mengambil mata kuliah ini. Padahal jika melihat tingkat korupsi di Indonesia, negara ini pernah menjadi salah satu negara terkorup di dunia, yang seharusnya menarik banyak kalangan khususnya mahasiswa untuk mendalami kajian tentang “Korupsi”.

Apresiasi yang tinggi saya tujukan kepada Universitas Paramadina yang telah mengambil langkah luar biasa dalam kajian korupsi. Dibawah pimpinan Anies Baswedan, pada tahun 2008 Universitas Paramadina mulai menerapkan kuliah wajib antikorupsi, yang harus diikuti oleh seluruh mahasiswa. Langkah tersebut menjadikan Universitas Paramadina menjadi Universitas pertama di Indonesia yang menjadikan kuliah antikorupsi sebagai mata kuliah wajib. Bahkan TIRI, sebuah lembaga antikorupsi internasional, menyatakan bahwa langkah tersebut merupakan yang pertama di dunia. 

Berbicara tentang korupsi di Indonesia, kita telah dihadapkan pada tantangan besar untuk pemberantasan kejahatan tersebut, mengingat dalam diskursus Internasional Indonesia pernah disebut-sebut sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Kenyataan itu semakin meresahkan, dimana kebanggaan terhadap nusantara semakin di hantui oleh kasus korupsi yang semakin meluas. Lembaga peradilan dan Undang-undang yang telah ada ternyata belum signifikan dalam memberantas kejahatan korupsi. Bahkan Lembaga Peradilan juga tidak luput dari tindak kejahatan korupsi.

Korupsi sebetulnya merupakan kejahatan yang sangat membahayakan bagi Indonesia saat ini dan masa akan datang. Hal tersebut dikarenakan korupsi telah menghambat kemajuan, dan menjadikan langkah bangsa ini semakin sulit. Harapan terciptanya bangsa yang sejahtera dan makmur telah dipecundangi oleh meluasnya kejahatan korupsi. Praktek-praktek KKN juga telah berakar kuat dan menjadi bagian dari kehidupan Bangsa. Jika diibaratkan, meluasnya kejahatan “korupsi” seperti deret “ukur”, dan sebaliknya, upaya “pemberantasan korupsi” hanya seperti deret hitung. Atau dalam arti yang lain menunjukkan bahwa kejahatan korupsi sebetulnya telah menyebar luas dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Permasalahan Korupsi seperti  gunung es yang sangat dalam dan besar, dimana hanya sedikit kasus korupsi yang terungkap, padahal sebenarnya masih sangat banyak kasus korupsi yang tidak terlihat ke permukaan.

Memasuki  awal tahun 2016 banyak masyarakat Indonesia diresahkan oleh wacana revisi UU no. 30 Tahun 2002 KPK. Wacana tersebut banyak mendapat respon dari masyarakat, bahkan di tolak dengan tegas karena dianggap akan melemahkan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Puncaknya yaitu pada bulan februari, banyak masyarakat dari berbagai daerah yang melakukan aksi sebagai bentuk protes kepada pemerintah. Berbagai  penolakan dari masyarakat membuat pemerintah mengambil langkah untuk menunda revisi UU KPK sampai batas yang tidak ditentukan. Kepastian penundaan revisi UU KPK di ambil tanggal 22 Februari 2016, setelah Presiden dan beberapa menteri melakukan pertemuan dengan ketua DPR.

Langkah yang diambil pemerintah untuk menunda revisi UU KPK patut mendapat apresiasi. Dengan menunda tersebut, setidaknya dapat meredam gejolak politik dalam masyarakat. Apalagi di saat yang bersamaan lembaga peradilan di Indonesia juga sedang di timpa masalah korupsi. Penangkapan Tristianto Sutrisna, seorang pejabat di Mahkamah Agung, menunjukkan bahwa ada indikasi mafia peradilan di institusi peradilan di Indonesia. Penangkapan tersebut  terkait kasus dugaan suap dalam eksekusi perkara pidana yang melibatkan pengusaha Ichsan Suaidi.

Terlepas dari gejolak yang ditimbulkan oleh wacana revisi UU KPK dan  praktik mafia di peradilan, sebetulnya permasalahan korupsi di Indonesia membutuhkan perhatian lebih. Mengingat Indonesia pada masa lalu pernah di sebut-sebut sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Korupsi telah menjadi masalah serius yang dihadapi Indonesia saat ini dan pada masa lalu. Jika kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan upaya pemberantasan korupsi, bukan mustahil Indonesia akan menduduki peringkat tertinggi sebagai negara terkorup di dunia pada masa yang akan datang.

Upaya  pemberantasan korupsi menjadi wacana terpenting melebihi sekedar merevisi UU KPK. Untuk itu, perlu dicari akar permasalahan korupsi yang selama ini tumbuh subur di Indonesia. Apakah korupsi di pengaruhi oleh kultur korup di sistem pemerintahan indonesia pada masa lampau?, atau Apakah korupsi sebenarnya telah menjadi semacam way of life bagi beberapa masyarakat Indonesia? Selanjutnya, bagaimana bangsa ini bisa memeperbaiki diri untuk mencari jalan keluar dari permasalahan Korupsi?



Korupsi di Indonesia pada Masa Lampau

Permasalahan korupsi yang dihadapi Indonesia saat ini, bisa dikatakan sebagai keberlanjutan cerita dari permasalahan korupsi pada masa lampau. Hal ini karena korupsi bukan sesuatu yang baru, akan tetapi korupsi sebetulnya telah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Korupsi telah menjadi permasalahan serius yang di hadapi Indonesia pada masa Orde lama dan orde baru. Bahkan, korupsi telah ada sejak masa kolonial dan benih-benih korupsi disinyalir telah ada sejak masa kerajan di Indonesia.

Pada masa kerajaan, tindakan yang mengarah kepada praktek-praktek korupsi telah tumbuh dalam kerajaan-kerajaan di Indonesia. Praktek korupsi cenderung berhubungan dengan kehidupan raja sebagai pemimpin negara. Budaya pada masa kerajaan yang menekankan hubungan kekuasaan dan senioritas, telah banyak memberikan pengaruh terhadap praktek korupsi. Senioritas menjadikan orang yang lebih tinggi memiliki kekuasaan yang besar dan tidak bisa di tegur oleh orang yang lebih rendah. Raja sebagai seorang pemimpin tentu akan sangat berkuasa, dan berhak menjalankan pemerintahan sesuai keinginannya. Namun yang menjadi persoalan bukan masalah kesejahteraan rakyat yang menjadi tujuan pemerintahan, melainkan semakin kaburnya garis antara urusan publik/kelompok dengan urusan pribadi raja. Senioritas dan kekuasaan menjadikan beberapa raja sangat toleran terhadap kehidupan yang mewah di lingkungan keluarga raja. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa kekayaan negara dan harta pribadi raja seakan tidak ada bedanya. Kekayaan kerajaan bisa dikatakan sebagai kekayaan pribadi raja yang bisa di gunakan dengan sesukanya.

Semakin kaburnya garis pemisah antara kekayaan negara dengan harta milik pribadi raja menjadikan praktek-praktek koruptif masif di lingkungan kerajaan. Raja sebagai pemimpin berhak untuk menarik pajak hasil bumi dari rakyat jelata dalam bentuk upeti. Namun upeti tersebut pada kenyataannya tidak hanya dimanfaatkan untuk kemakmuran negara, namun juga sebagai kekayaan negara yang juga menunjang kehidupan mewah keluarga raja. Sehingga cukup jelas bahwa praktek-praktek yang mengarah pada tindakan korupsi telah tumbuh pada masa kerajaan. Sementara belum adanya batasan pengertian tentang korupsi dan juga undang-undang yang mengaturnya, membuat praktek tindakan korupsi tumbuh subur dan sulit di ditegur/di lawan.

Memasuki masa kolonial, korupsi juga tidak bisa dilepaskan dari sistem pemerintahan kolonial. Walaupun diyakini bahwa sistem pemerintahan kolonial terbilang sangat baik, dengan administrasi yang jelas dan transparan, namun bukan tidak mungkin terjadi korupsi. Penyakit korupsi ternyata tidak hanya diidap oleh golongan pribumi, namun juga menimpa orang-orang luar yang datang sebagai penjajah dan pemegang pemerintahan ketika itu. Korupsi telah menjadi persoalan umum yang telah merusak kehidupan kelompok/pemerintahan. Bahkan pada masa kolonial, VOC sebagai sebuah organisasi monopoli perdagangan yang berada dibawah kendali penjajah, juga tak luput dari kasus-kasus korupsi. Hal tersebut terbukti dari runtuh/bangkrutnya VOC pada awal abad ke 20-an karena kasus korupsi yang terjadi di tubuhnya/kalangan internalnya.

Tidak berhenti sampai disitu, korupsi terus berkembang dan semakin meluas hingga Indonesia merdeka. Pada masa paska kemerdekaan, indonesia mengalami kekosongan pemerintahan. Jabatan-jabatan kosong yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial akhirnya di isi oleh orang-orang pribumi. Akan tetapi lingkungan korup telah membuat kultur korupsi berkembang pada masa pemerintahan Orde Lama. Korupsi menjadi salah satu permasalahan penting, disamping stabilitas keamanan dan politik bangsa. Beberapa ahli mengatakan bahwa pada masa orde lama ini korupsi semakin meluas, bahkan lebih buruk dibanding pada masa pemerintahan orde baru, di era pemerintahan selanjutnya. Hingga pada akhirnya Pemerintahan Orde Lama tumbang akibat korupsi yang semakin memburuk.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, dibawah pimpinan Soeharto, Indonesia mulai berbenah diri tak terkecuali dalam upaya pemberantasan korupsi. Berbagai strategi telah di susun pemerintah untuk mengatasi korupsi. Akan tetapi hal tersebut tidak menjamin pemerintahan Orde Baru bersih dari korupsi. Karena negara yang bersih dari korupsi merupakan sebuah utopia. Berbagai kasus korupsi menjadi isu yang juga  melekat pada pemerintahan orde baru. Sampai puncaknya Soeharto tumbang dari jabatannya karena isu korupsi.

Hancurnya perbankan Indonesia dan Runtuhnya rezim Orde baru pada tahun 1997, menjadi kambing hitam dari praktik-praktik korupsi yang mulai merajalela. Bagaimana tidak?. Disaat beberapa ahli menyatakan perekonomian Indonesia masih dalam keadaan sehat, tak lama kemudian mengalami kehancuran akibat inflasi yang besar.

Pada akhir pemerintahan Orde Baru, Korupsi telah merusak akal sehat manusia. Berbagai kebijakan dalam rangka pembangunan ekonomi tidak lagi diambil secara objektif, melainkan pertimbangan kepentingan pibadi dan kelompok. Demi meraup keuntungan pribadi dan kelompok tertentu, kepentingan rakyat secara keseluruhan diabaikan. Dalam kondisi seperti ini, negara sebagai kekuatan terbesar telah kehilangan otoriasnya. Sehingga  yang terjadi yaitu kebijakan tidak diambil dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan yang paling tepat bagi bangsa, melainkan pertimbangan yang paling menguntungkan bagi kelompok tertentu khusunya bagi para pengambil keputusan.

Bagaimanapun korupsi telah menjadi permasalahan yang kronis dan semakin parah. Korupsi telah tumbuh sejak manusia mulai mengenal kehidupan berkelompok, dan terus mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Lingkungan korup telah mempengaruhi perkembangan kasus korupsi yang semakin meluas. Walaupun berbagai upaya telah di lakukan untuk memerangi korupsi, akan tetapi masih memerlukan upaya yang luar biasa untuk meminimalisir kejahatan korupsi saat ini dan pada masa yang akan mendatang.


Kondisi Korupsi di Indonesia Saat Ini

Beberapa kasus Korupsi di Indonesia saat ini banyak dipengaruhi oleh kondisi-kondisi struktural dan juga kultur korupsi dari sistem pemerintahan pada masa lalu. Walaupun berbagai upaya perombakan telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun tidak dapat di pungkiri bahwa praktek korupsi masih saja terjadi. Lingkungan korup di sistem pemerintahan pada masa lalu banyak mempengaruhi karakter dan prilaku korup para pejabat saat ini. Bagaimanapun, menghilangkan kultur korup bukan perkara mudah. Terlebih kultur korup telah banyak mempengaruhi karakter baik manusia. Sehingga korupsi dapat dijadikan semacam way of life dalam mencapai kesuksesan materi secara instan oleh beberapa orang.

Permasalahan korupsi di Indonesia saat ini sebetulnya menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik. Jika dibandingkan dengan permasalahan korupsi pada periode tahun 1995-2008, tingkat korupsi saat ini cenderung semakin membaik.  Berdasarkan corrupion perception index (CPI) yang dikeluarkan oleh Tranparansi Internasional (TI), skor indonesia naik 2 poin dan peringkat naik 19 posisi pada tahun 2015. Skor CPI Indonesia yaitu  sebesar 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara yang di ukur. Angka CPI tersebut jauh lebih baik dari pada CPI indonesia pada periode 1995-2008 yang hanya memiliki skor tidak lebih 26. Bahkan pada tahun 1997 skor CPI indonesia hanya 17. Perlu di ketahui bahwa CPI merupakan indeks tentang korupsi yang paling populer dan paling sering digunakan sebagai referensi dalam berbagai diskusi tentang korupsi. 

Meskipun scor CPI indonesia pada tahun 2015 mengalami peningkatan, akan tetapi masih berada jauh dibawah Singapura yang memiliki skor 85. Bahkan skor Indonesia masih kalah dengan Malaysia dan Thailand yang masing-masing memiliki skor CPI sebesar 50 dan 38. Skor CPI Indonesia juga masih berada di bawah skor rerata regional ASEAN sebesar 40, dan Asia Pasifik sebesar 43. Walaupun demikian, Kenaikan Skor CPI yang dialami Indonesia pada tahun 2015 perlu mendapat apresiasi. Terlebih pada tahun 2015, Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang mengalami kenaikan kembar, yaitu kenaikan skor CPI dan kenaikan posisi peringkat. 

Kenaikan Skor CPI Indonesia pada tahun 2015 mengindikasikan bahwa ada progres pemberantasan korupsi di negara ini. Progres tersebut tidak terlepas dari peran KPK yang selalu berupaya memberantas korupsi dengan mengungkap berbagai kasus korupsi,khsusnya di lembaga pemerintahan. Kinerja baik KPK terlihat dari keberanian KPK mengungkap berbagai kasus korupsi hingga pada lembaga penting negara.  Capaian kinerja terakhir KPK yaitu upaya pemberantasan mafia peradilan dilingkungan Mahkamah Agung. Dimana pada tanggal 12 Februari 2016, KPK menangkap Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata MA, yaitu Andri Tristianto Sutrisna, yang diduga terlibat kasus suap dalam perkara pidana yang menyeret pengusaha Ichsan Suaidi. Kinerja baik KPK memberikan harapan baru bahwa  kejahatan korupsi bisa di perangi dan diberantas.

Akan tetapi, kinerja baik yang dilakukan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi tidak serta merta tanpa rintangan. Tentu ada berbagai upaya dari kelompok para koruptor yang berusaha melawan dengan berbagai cara. Wacana revisi UU nomor 30 tahun 2002 KPK pada tahun 2016 boleh jadi sebagai bentuk upaya melawan dan melemahkan KPK. wacana revisi UU KPK tersebut tidak berarti UU yang baru akan memiliki kekuatan lebih  baik dibandingkan UU KPK sebelumnya. Indikasi yang mengarah pada pelemahan KPK melalui revisi UU KPK memang ada.  Hal tersebut terlihat dari isi draft yang di usulkan Badan Legislasi DPR tidak sesuai dengan kesepakatan tidak tertulis antara komisioner terdahulu KPK dan pemerintah. 

Dalam gentlemen agreement (kesepakatan tak tertulis) antara pemerintah dengan KPK yang saat itu dipimpin pelaksana tugas ketua KPK Taufiequrachman Ruki, menyepakati bahwa revisi UU KPK hanya dilakukan untuk memperkuat KPK. Namun jika melihat Draft revisi UU KPK yang di usulkan DPR menunjukkan adanya indikasi pelemahan terhadap lembaga tersebut.  Lihat tabel di bawah ini

Perbandingan Rancangan Revisi UU KPK dan Saran Pimpinan KPK
Perihal
Rancangan Baleg DPR
Saran Pimpinan KPK
Penyadapan
Pasal 12 A
·      Penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis Dewan Pengawas
·      Dalam keadaan mendesak, penyadapan dapa dilakukan sebelum mendapat izin. Namun pimpinan KPK harus minta izin tertulis dari Dewan Pengawas paling lama 1X24 Jam setelah dimulai penyadapan.
Pasal  12
Penyadapan dilakukan berdasarkan surat perintah penyadapan yang ditandatangani pimpinan KPK
Tugas Dewan Pengawas
Pasal 37 B Ayat (1)
Salah satu tugas Dewan Pengawas adalah memberikan izin penyadapan dan penyitaan
Pasal 37 B Ayat (1)
Dewan Pengawas melakukan pengawasan terhadap etika dan prilaku pimpinan KPK

Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3)
Pasal 40
·      KPK berwenang mengeluarkan SP3 yang harus disertai alasan dan bukti yang cukup. Penghentian penyidikan harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas
·      SP3 dapat dicabut apabila diemukan hal baru yang dapat membatalkan penghentian penyidikan
Pasal 40
KPK tidak berhak mengeluarkan SP3 Kecuali:
·      Tersangka/terdakwa meninggal dunia;
·      Tersangka/terdakwa berdasarkan penetapan hakim dinyatakan tidak layak diperiksa di pengadilan. Penghentian penyidikan dilakukan setelah memperoleh pertimbangan Dewan Pengawas

Penyidikan
Pasal 45
·      Diperbantukan dari kepolisian, kejaksaan, dan penyidik PNS yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan KPK aas usulan kepolisian atau kejaksaan.
·      Pimpina KPK juga dapat mengangkat penyidik sendiri sesuai syarat dalam UU

Pasal 45
Merupakan Pegawai KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan KPK
Sumber : Harian Kompas  20 Februari 2016

Revisi UU KPK yang disodorkan oleh lembaga Legislasi DPR pada akhirnya banyak mendapat tentangan dari berbagai elemen masyarakat. Berbagai elemen masyarakat, baik sipil, Ormas/LSM, dan para Ahli anti korupsi dengan tegas menolak revisi UU KPK. Bahkan Ketua KPK saat ini, Agus Rahardjo siap mundur dari jabatannya jika DPR dan pemerintah memutuskan untuk melanjutkan Revisi UU KPK. 

UU KPK menjadi salah satu kekuatan dalam pemberantasan korupsi. Oleh karena itu sudah sepatutnya segala hal yang menyangkut perubahan/revisi UU harus dipertimbangkan matang-matang. Jika revisi UU KPK tidak sesuai/bertentangan dengan semangat anti korupsi, maka harus di tolak dengan tegas. Pada hakekatnya, perubahan/revisi UU KPK boleh saja dilakukan, namun revisi yang dilakukan hanya demi memperkuat Lembaga Pemberantas Korupsi tersebut.
Jika dihadapkan dengan kondisi-kondisi saat ini terlihat jelas bahwa Korupsi semakin menggila. Beberapa kasus korupsi yang banyak menyeret para pejabat di Instansi pemerintahan menjadi salah satu bukti. Parahnya yaitu walaupun korupsi telah banyak menyeret para pejabat kedalam jeruji besi, namun belum juga bisa membuat jera para penyelenggara negara.

Hingga saat ini telah banyak para pejabat terseret kasus korupsi, tidak hanya di Jawa namun juga telah merata di beberapa daerah di Indonesia. Korupsi yang menyeret Bupati Sulsel yang baru dilantik menjadi salah satu contoh betapa korupsi semakin menggila. Selain itu penangkapan Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata MA, yaitu Andri Tristianto Sutrisna atas dugaan kasus suap, mengindikasikan bahwa lembaga peradilan tertinggi di Indodesia juga tak luput dari korupsi. 

Berdasarkan data yang di miliki ICW (Indonesia Corruption Watch), di Indonesia terdapat 550 kasus korupsi sepanjang tahun 2015. Nilai total dari kasus-kasus korupsi tersebut mencapai Rp.3,1 Triliun. Sementara itu, Jawa Timur menjadi salah satu wilayah dengan jumlah kasus korupsi terbayak. Jumlah kasus yang disidik di provinsi tersebut sebayak 54 kasus, dengan nilai kerugian negara sebesar Rp. 332,3 miliar dan nilai suap sebesar Rp. 2, 4 miliar. Menurut staf divisi investigasi ICW, Wana Alamsyah, modus yang paling sering digunakan pada kasus-kasus korupsi tahun 2015 adalah penyalahgunaan anggaran sekitar 24% atau 134 kasus.

Meluasnya korupsi di indonesia juga dapat dilihat dari semakin tingginya aliran dana gelap yang terlacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasil riset kumpulan Prakarsa, yang dipaparkan di Jakarta pada 20 Februari 2016, selama kurun waktu 2010 hingga 2014, terdapat akmulasi alirn dana gelap sebesar Rp.914 triliun. Nominal tersebut sungguh fantastis, dan setara dengan 45 persen pertambahan jumlah uang yang beredar dalam periode yang sama di Indonesia yang jumlahnya Rp. 2.032 triliun.

Korupsi yang masih marak terjadi di Indonesia menjadi salah satu keprihatinan yang memerlukan perhatian lebih. Tidak dapat dipungkiri bahwa korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa ahli juga menyatakan bahwa korupsi seperti feomena gunung es yang besar dan dalam. Beberapa kasus korupsi yang terungkap saat ini hanyalah sebagian kecil dari banyak kasus korupsi yang belum terungkap. Dan dapat dipastikan bahwa kasus-kasus korupsi yang belum terungkap jumlahnya jauh lebih besar, mengingat para pelaku selalu berupaya untuk menutupi kejahatannya dengan berbagai cara.


Korupsi sebuah masalah atau sebagai “Way of Live”?

Korupsi tidak lagi hanya sebagai sebuah masalah, akan tetapi korupsi benar-benar telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Korupsi telah menggerogoti kehidupan bangsa Indonesia dari waktu-kewaktu. Berbagai kasus korupsi yang di alami Indonesia pada masa lampau sebagai bukti bahwa korupsi telah berakar kuat di bumi nusantara. Korupsi juga telah meracuni akal sehat manusia, hingga mereka tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Bukan hanya sebagai masalah, korupsi juga dapat dikatan sebagai jalan hidup (way of live) beberapa orang yang mengagungkan kekayaan. Walaupun tidak bisa di generalisasi, namun ada beberapa individu yang menjadikan korupsi sebagai way of live. Korupsi dijadikan oleh beberapa orang koruptor sebagai jalan instan dalam mencapai kesuksesan materi. Walaupun hal ini tidak dibenarkan menurut nilai dan norma masyarakat, namun ada saja orang-orang yang melakukan korupsi. Tindakan instan ini secara nilai memang tidak baik, namun dapat dikatakan rasional untuk dilakukan. Tindakan seperti ini tergolong sebagai tindakan Rasional Alat-Tujuan (Zwect rational)seperti dalam konsep teori Max Weber.

Weber menjelaskan bahwa tindakan Rasional Alat-Tujuan (Zwect rational) sebagai tindakan yang ditentukan oleh pengharapan-pengharapan atas prilaku objek-objek di dalam lingkungan dan perilaku manusia lainnya. Pengharapan-pengharapan itu digunakan sebagai kondisi-kondisi atau alat-alat untuk mencapai tujuan sang aktor sendiri yang dikejar dan diperhitungkan secara rasional. Dengan kata lain tindakan Rasional Alat-Tujuan (Zwect rational) adalah tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan secara maksimal dengan menggunakan dana serta daya seminimal mungkin. Tindakan korupsi dapat dikatakan sebagai tindakan rasional, sebagai upaya untuk mencapai kesusksesan materi secara instan. Tindakan korupsi cenderung sebagai tindakan ekonomi sebagai orientasi yang sadar, yang mengutamakan mempertimbangkan ekonomi.

Sebagai tindakan yang rasional, korupsi dijadikan jalan yang paling mudah dalam mencapai kekayan. Dengan pertimbangan rasional ini, mempengaruhi dan mendorong banyak para koruptor malakukan tindakan penggelapan uang. Hal ini memang sah-sah saja untuk dilakukan menurut kacamata rasioanalitas alat-tujuan. Karena yang di golongkan sebagai tindakan rasional Alat-Tujuan (Zwect rational) tidak menyangkut/ tidak mempertimbangkan baik atau buruk suatu tindakan tersebut. Sehingga andaipun tindakan itu buruk, korupsi misalnya, akan tetap dilakukan oleh banyak koruptor, karena dianggap rasional dalam mencapai tujuan sang aktor.

Pergeseran pandangan tentang korupsi telah menjadikan korupsi semakin masif. Pada tahun 1970-an hingga 1980-an, korupsi menjadi sebuah diskursus di kalangan para ahli, khususnya mengenai pandangan bahwa “apakah korupsi mampu meningkatkan efisiensi ekonomi?”. Pertanyaan tersebut mendapat respon yang tinggi dari beberapa ahli dan menjadi sebuah diskursus yang sangat menarik. Beberapa ahli berpendapat bahwa korupsi memang menunjang efisiensi ekonomi. Dengan tindakan suap misalnya akan mampu mempercepat proses administratif. ibarat sebuah mesin, Korupsi dipandang sebagai pelumas sistem ekonomi yang dapat menciptakan efisiensi. Sebagai minyak pelumas, korupsi/suap akan dapat memperlancar sistem ekonomi yang tidak berjalan secara efisien akibat tidak berfungsinya birokrasi dengan baik, ataupun karena adanya peraturan pemerintah yang tumpang tindih dan berbelit.

Hingga sekarang korupsi/suap/gratifikasi masih banyak dilakukan untuk memperlancar proses administratif. korupsi dalam bentuk suap dapat di ibaratkan sebagai tarif yang dikeluarkan untuk “jalur bebas hambatan”. Suap dianggap sebagai cara untuk mempercepat proses administratif yang biasanya meemakan waktu lama dan berbelit. Praktek-praktek korupsi menjadi semakin marak karena dianggap menguntungkan, baik bagi pemberi suap maupun penerima suap. 

Jika melihat berbagai kasus korupsi yang disidik sepanjang tahun 2015 menunjukkan bahwa negara telah dirugikan sebesar Rp.3,1 triliun. Sementara modus korupsi  yang paling sering terjadi yaitu penyalahgunaan anggaran dan disusul suap. Hal tersebut menunjukkan bahwa korupsi masih marak terjadi, dan banyak melibatkan lembaga pemerintahan.

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan institusi pemerintahan sebagai sebuah fenomena Money politics.  Money politics yang marak terjadi di lingkungan pemerintahan masih menjadi trend korupsi saat ini. Bahkan kasus yang terjadi di lingkungan DPR dan Lembaga Peradilan seperti Mahkamah Agung (MA), menjadikan contoh bagaimana money politics semakin semarak. Fenomena Money Politics tersebut sejalan dengan pernyataan Frans Magnis Suseno, mengenai Pamong-prajaisasi korupsi pada masa pemerintahan Orde.


Upaya yang Dapat Dilakukan

Permasalahan terbesar yang di hadapi Indonesia yaitu jika korupsi semakin meluas/merajalela. Permsalahan korupsi yang semakin buruk dapat menjadikan bangsa ini pesimis dan lemah dalam memberantas korupsi. UU dan lembaga Pemberantas korupsi seakan-akan tidak bisa beruat apa-apa ketika korupsi kian memburuk, mafia peradilan semakin merajalela, dan Money politics semakin masif. Tentu hal ini tidak kita harapkan dan jangan sampai terjadi di negara kita, Indonesia. kita harus memiliki keyakinan bahwa korupsi bisa di lawan dengan kekuatan bersama.

Muncul berbagai elemen masyarakat yang terus mengkampanyekan semangat anti korupsi disaat korupsi semakin meluas, memberikan harapan baru bahwa perang melawan korupsi masih hidup dan suatu saat akan menemui sebuah kemenangan. Dengan bahu membahu dalam upaya memberantas korupsi, bukan tidak mungkin korupsi bisa mati di negara ini. Sehingga kehidupan yang demokratis, transparan, dan bersih dari praktek KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme) akan tumbuh. Karena itu, kita semua boleh optimis, bahwa secara berlahan dan didukung oleh semua kalangan, pelaksanaan Good Governance bisa di jalankan di bumi pertiwi ini.

Berikut ini beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kejahatan korupsi di Indonesia:
 Pertama, semua elemen masyarakat, baik kelompok sipil, Ormas/LSM dan para ahli anti korupsi saling bekerjasama untuk mengawal komisi pemberantasan korupsi (KPK) dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dengan pengawalan dari semua elemen masyarakat maka Lembaga anti korupsi di Indonesia akan semakin kuat dan tidak bisa dintervensi ataupun dilemahkan. 

Kedua, Segala bentuk upaya pemberantasan korupsi harus semakin di optimalkan untuk membatasi gerak para koruptor. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki dan memfungsikan Lembaga pemeriksa keuangan (BPK) seoptimal mungkin. Dengan cara ini maka praktek-praktek korupsi di indonesia, khususnya pada lembaga pemerintahan bisa lebih terdeteksi.

Ketiga, memberikan reward yang lebih tinggi untuk lembaga-lembaga hukum dan  pemberantas korupsi ketika berhasil mengungkap ksus korupsi. Hal ini dilakukan untuk mendorong kinerja lebih baik pada lembaga-lembaga tersebut, dan untuk menghindari inervensi dari luar seperti suap/ grativikasi.

Keempat, menjadikan media informasi khsusnya lembaga pers sebagai salah satu ujung tombak kampanye antikorupsi, untuk mengobarkan semangat masyarakat indonesia secara keseluruhan. Dengan peran media yang selalu menjadikan berita korupsi sebagai topik utama maka dapat memberikan tekanan pada lembaga penegak hukum agar dapat sesegera mungkin  menegakkan keadilan. Selain itu dengan memuat berita-berita megenai para korupor diharapkan dapat menumbuhkan budaya malu, dan untuk meminimalisir terjadinya korupsi.

Kelima, menjadikan lembaga pendidikan sebgai salah satu tonggak untuk menciptakan budaya jujur, disiplin dan antikorupsi. Pendidikan yang mengutamakan morality perlu menjadi salah satu tujuan  dalam pendidikan utama. Dan pada jenjang perguruan tinggi perlu menyusun mata kuliah anti korupsi sebagai mata kuliah unggulan dan bahkan mata kuliah wajib. Hal ini penting dilakukan agar permasalahan korupsi di Indonesia dapat perhatian lebih dari semua kalangan akademisi kampus. Selain itu dengan mata kuliah antikorupsi dapat memberikan gambaran realitas korupsi bagi mahasiswa sebagai permasalahan yang penting untuk segera di tuntaskan.

Sumber Bacaan:

Wijayanto, Dkk. 2009. Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, akibat, dan prospek pemberantasan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
www.ti.or.id
Harian Kompas, 12 Februari 2016, Hlm. 1, 15
Harian Kompas, 14 Februari 2016, Hlm. 1
Harian Kompas, 15 Februari 2016, Hlm. 1, 6
Harian Kompas, 16 Februari 2016 Hlm. 1, 15
Harian Kompas, 17 Februari 2016 Hlm. 1, 15
Harian Kompas, 18 Februari 2016 Hlm. 1, 15
Harian Kompas, 19 Februari 2016 Hlm. 1, 15
Harian Kompas, 20 Februari 2016 Hlm. 1, 2, 15
Harian Kompas, 21 Februari 2016 Hlm. 1, 15
Harian Kompas, 22 Februari 2016 Hlm. 1, 5, 7, 15
Harian Kompas, 23 Februari 2016 Hlm. 1, 3, 5, 15, 22
Harian Kompas, 24 Februari 2016 Hlm. 1, 2, 3, 5, 7, 15



Share this article :

+ komentar + 3 komentar

15 September 2018 pukul 05.32

Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan ingin seperti saya.. Perkenalkan nama saya abdul rochman junaidy umur 38 tahun Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa Tumbal yaitu uang gaib karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar 785 juta saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa melunasi hutang saya. Secara tidak sengajah sewaktu saya buka-buka internet saya menemukan salah satu situs abah duihantoro saya baca semua isi situs beliau akhirnya saya tertarik untuk meminta bantuan kepada abah duihantoro. Awalnya sih memang saya ragu dan tidak percaya tapi selama beberapa hari saya berpikir, akhirnya saya memberanikan diri menghubungi abah duihantoro di nomer 085298463149 singkat cerita alhamdulillah beliau sanggup membantu saya melalui pesugihan uang gaib sebesar 2 milyard dan pada saat itulah saya sangat pusing memikirkan bagaimana cara saya berusaha agar bisa memenuhi persyaratan yg abah sampaikan sedangkan saya tidak punya uang sama sekali. Akhirnya saya keliling mencari pinjaman alhamdulillah ada salah satu teman saya yg mau meminjamkan uangnya akhirnya saya bisa memenuhi
syarat yg abah duihantoro sampaikan.. singkat cerita selama 3 hari saya sudah memenuhi syaratnya saya dapat telpon dari abah untuk cek saldo rekening saya,, saya hampir pingsan melihat saldo rekening saya sebesar 2M 150 ribu rupiah. Singkat cerita bagi saudara(i) dimanapun anda berada jika anda menemukan pesan saya ini dan anda sudah berhasil mohon untuk di sebarkan agar saudara(i) kita yg diluar sana yg sedang dalam himpitan hutang atau ekonomi semua bisa bebas.. Jika saudara(i) ingin seperti saya silahkan konsultasi atau hubungi abah duihantoro di 085298463149 / whatsapp +6285298463149 sosok beliau sagat baik dan peramah dan sagat antusias membantu orang susah. Demi allah demi tuhan inilah kisah nyata saya abdul rochman junaidy semoga dengan adanya pesan singkat ini bisa bermanfaat sekian dan terima kasih...






27 Oktober 2018 pukul 04.37




Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

10 September 2019 pukul 01.17

Kasus Mantan Dekan FIKes Unigal Ciamis | Reportasee.com – Mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKes) Universitas Galuh (Unigal), TJ, telah terbukti bersalah dan divonis hukuman penjara. Penanganan kasus mantan Dekan FIKes Unigal ternyata masih terus berjalan.

Informasi yang berhasil dihimpun, menyebutkan, ada fakta-fakta baru dalam hasil audit investigasi yang dilakukan auditor/ investigator independen. Fakta tersebut secara tidak langsung menyeret kembali nama mantan Dekan FIKes Unigal dan nama lain yang diduga terlibat.

Selanjutnya Baca di Kasus Mantan Dekan FIKes Unigal Ciamis | Ciamis

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Jendela AlMarsya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger